Senin, 17 Mei 2010

PROBLEMATIKA MEMBINA DALAM DUNIA SIAGA

I. PENDAHULUAN
            Dunia anak merupakan dunia imajinasi dimana luang waktu yang ada diwarnai dengan beragam aktifitas permainan dan khayalan. Mereka baru mulai untuk mengenal lingkungan disekitarnya, mereka mulai belajar untuk mengetahui bahkan bagi anak yang cerdas pun akan banyak timbul pertanyaan unik dikarenakan kuriositasnya yang begitu tinggi yang terkadang orang dewasa pun sulit untuk menjawabnya.
            Sebagai salah satu investasi terbesar bagi setiap orang tua, seorang anak diharapkan dapat menikmati masa kecilnya yang penuh canda dan tawa, kebahagiaan dalam permainan yang tentunya memiliki nilai-nilai edukatif , kreatif dan inovatif. Dengan suasana yang demikian perkembangan pada anak dapat memberikan kontribusi yang lebih positif dan lebih membekas.
            Terkait pada kepramukaan, dunia anak identik dengan dunia siaga yang mana dalam satuan ini beranggotakan anak-anak berusia 7 sampai 10 tahun, dan jika dilihat dari tingkat sekolahnya, terdapat pada SD (Sekolah Dasar) kelas 1 sampai kelas 4. Untuk itu pada setiap Gugus Depan yang aktif pastilah terdapat pengajar pramuka yang biasa disebut pembina. Bagi pembina siaga biasanya dipanggil oleh anggotanya Yanda bila pria dan Bunda bila wanita.
            Pada setiap pembelajaran ataupun pendidikan tentulah membutuhkan sebuah proses dan metode yang menunjang guna hasil yang diharapkan, dengan demikian dari sekelimut proses yang ada tentu pula akan menghadapi polemik problematika yang perlu dihadapi dan dipecahkan bersama. Begitu pula problematika membina dalam dunia siaga menuntut setiap pembina untuk memiliki sikap profesionalitas. Dari sikap profesionalitas inilah seorang pembina siaga dituntut untuk memasuki dunia mereka dengan mengetahui jenjang psikis anak di usia siaga, dengan demikian  mempermudah pembina dalam menangani setiap problematika yang ada.
            Dari kutipan diatas penulis sengaja ingin mengulas tentang Problematika Membina dalam Dunia Siaga dan yang perlu diketahui disini adalah karakter apa yang ada di usia siaga, bagaimana sikap pembina yang baik dalam menghadapi dunia siaga dan problematika apa yang akan dihadapi oleh setiap pembina siaga.

II. PEMBAHASAN
            Pengertian membina menurut keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0323/U/1978 tanggal 28 Oktober 1978, tentang Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda adalah:
“…melaksanakan upaya pendidikan baik formal maupun non formal secara sadar, berencana, terarah dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, kecendrungan/keinginan serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri…”
kalau kita simak “cita dan karsa” dari pengertian tersebut di atas, maka:
  1. Membina itu targetnya (object) adalah manusia
  2. Membina itu adalah upaya pendidikan, upaya peningkatan, upaya improvisasi, upaya memajukan.
  3. Membina itu dilaksanakan baik formal, non formal bahkan informal (khususnya untuk orang dewasa) secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggungjawab.
  4. Membina sebagai proses upaya pendidikan berisi kegiatan memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangakan:
    1. Suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras
    2. Pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat
    3. Kecenderungan/keinginan serta kemampuan-kemampuan      
    4. Yang kesemuanya itu (a, b, c) merupakan bekal dalam hidup dan kehidupan manusia yang dibina itu.[1]
      
Terkait pada membina Pramuka, maka seorang pembina pramuka perlu mengetahui faktor-faktor yang menentukan berhasilnya pembinaan sebagai upaya pendidikan. Faktor-faktor itu adalah:
  1. Faktor dasar pembinaan, sebagai pelaksanaan upaya pendidikan kepramukaan, adalah Pancasila dasar filsafat bangsa Indonesia.
  2. Factor tujuan pembinaan, sebagai pelaksanaan upaya pendidikan kepramukaan, sesuai dengan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, adalah mendidik anak-anak dan pemuda Indonesia dengan prinsip-prinsip dasar metodik pendidikan kepanduan yang pelaksanaannya diserasikan dengan keadaan, kepentingan dari bangsa dan masyarakat Indonesia.
  3. Factor sasaran pembinaan, sasaran yang ingin dicapai dengan pendidikan kepramukaan adalah:
ì  Kuat keyakinan beragamanya
ì  Tinggi mental dan moralnya serta berjiwa Pancasila
ì  Sehat, segar dan kuat jasmaninya
ì  Cerdas, tangkas dan trampil
ì  Berpengetahuan luas dan dalam
ì  Berjiwa kepemimpinan dan patriot
ì  Berkesadaran nasional dan peka terhadap perubahan lingkungan
ì  Berpengalaman banyak[2]
            Membina Siaga berarti mendalami dunia siaga, dunia anak yang perlu diterjuni baik secara psikis maupun pendekatan lainnya untuk itu perlu dikenal dasar kodrati dan didaktis, pertumbuhan dan perkembangannya dalam rangka membantu anak memperoleh perkembangan sumber daya manusia yang optimal. Dengan demikian selayaknya hubungan yang terjadi antara peserta didik dan pembinanya adalah hubungan kemitraan yang bersifat edukatif.
            Perkembangan kejiwaan anak usia siaga perlu dihayati dengan mengenal dan memahami sifat, karakternya baik yang positif maupun yang negatif. Disamping itu ciri-ciri anak usia siaga yang diperhatikan dalam pertumbuhan dan perkembangan antara lain:
  1. Jasmani: aktif bergerak, belum dapat menguasai diri, keseimbangan motorik masih perlu dilatih.
  2. Rohani : pancainderanya merupakan alat penemu khayalan dan fantasinya besar, ingin menemukan yang baru,
  3. Social: berpusat pada diri sendiri, belum menemukan “akunya”, suka meniru walaupun ramai-ramai dan sebagainya.
Dalam membina siaga perlu dipahami bahwa seorang anak sepanjang hayatnya akan mengalami berbagai perubahan dan pengembangan diri sehingga menjadi seorang dewasa yang berciri khas. Seorang anak bukan dewasa yang berbentuk mini, dan sebaliknya juga tidak dapat dikatakan bahwa manusia dewasa merupakan anak dalam bentuk dan ukuran besar. Jadi dapat dikatakan bahwa membina siaga bukan berarti membina “Penggalang kecil”.[3]
            Selain berorientasi kepada sifat dan ciri anak usia siaga, dalam merencanakan kepramukaan bagi pramuka siaga perlu dipahami aspirasi dan kebutuhannya, situasi dan kondisi serta materi atau kegiatannya.
  1. Aspirasi peserta didik harus dapat digali dan ditemukan untuk dijadikan sumber kegiatan dan latihan yang menarik, caranya antara lain:
    1. secara formal: interfew, forum terbuka, pertemuan, musyawarah dan lainnya.
    2. secara informal: pengamatan, pergaulan baik didalam maupun diluar latihan, keluhan dan lain-lain.
  2. kebutuhan bagi anak usia siaga terkadang belum dapat dirasakan apalagi diungkapkan.  Biasanya aspirasilah yang dianggap kebutuhan yang sebanarnya, sedang itu bukan maksudnya. Bahayanya adalah jika orang dewasa mengeidentifikasikan kebutuhan orang dewasa sama dengan kebutuhan anak.
  3. Situasi dan kondisi peserta didik maupun lingkungannya sangat mempengaruhi proses pendidikan. Lingkungan juga ikut menentukan cepat lambatnya proses kegiatan, selain itu visualisasi juga menjadi daya tariknya.

Perkembangan kejiwaan anak usia siaga perlu dihadapi dengan mengenal dan memahami sifat-sifat dan karakteristiknya, antara lain:
  1. yang positif
    1. suka bermain, bergerak dan bekerja
    2. suka meniru, senang mengkhayal
    3. suka menyanyi, gemar mendengar cerita
    4. suka bertanya, ingin tahu, ingin mencoba
    5. suka pamer, suka disanjung, senang kejutan
    6. spontan, lugu, polos, mudah kagum dan suka humor
    7. bersenda gurau, gemar berlomba dan bersaing
    8. gemar membanding-bandingkan
    9. selalu mencari hal-hal yang baru, cepat bosan dan lain-lain
  1. yang negatif
    1. labil, emosional, egois
    2. manja, mudah putus asa
    3. sensitif, rawan, mudah kecewa
    4. kurang perhitungan, tidak mau mengalah
    5. kurang peduli kebersihan jasmaninya
    6. masih malu-malu, memerlukan perlindungan dan lain-lain
Bermain adalah dunia anak-anak seusia pramuka siaga, bermain sebagai proses pendidikan, merupakan alat utama pembinaan pramuka siaga dimana mereka dengan riang dan gembira penuh semangat dan penuh kebebasan, giat melibatkan diri dalam kegiatan permainan. Giat bermain berarti giat dalam proses pendidikan.
            Pramuka siaga merupakan peserta didik golongan pertama dalam gerakan pramuka sebagai bibit awal yang kelak diharapkan bertunas dan berkembang dengan baik melalui kepramukaan.[4] Dengan demikian usia siaga merupakan pembentukan sebagai modal dasar yang ditujukan pada prilaku yang diharapkan, dari itu semua maka pola yang sebaiknya dikembangkan adalah pemberian adab “adibuhum” atau peraturan (regulasi)[5]. Karena dalam usia siaga inilah saatnya untuk mengembangkan kecerdasan social anak. Dari pola ini setidaknya pembina ataupun pendidik benar-benar memberikan suri tauladan yang baik dengan prilaku yang memang pantas ditiru dan penuh santun.
            Dari uraian diatas, maka sangat pentinglah bagi setiap pembina siaga untuk lebih mengetahui dunia permainan dan imajinasi mereka yang mana itu semua merupakan sebuah problematika yang komplek, dan akan sulit dihadapi bagi setiap pembina siaga jika kurang mengetahui dunia mereka. Dari itu semua pembina siaga juga akan selalu dituntut dari segi kreatifitas dalam memberikan permainan yang edukatif, inovatif dan penuh makna serta mendukung pada perkembangan anak yang lebih positif.

III. PENUTUP

            Suatu kenikmatan tersendiri dikala kita melihat mereka (siaga) bergembira ria dengan permainan yang kita berikan diwaktu membina. Tertawa di alam terbuka dengan sesama tanpa disadari bahwa mereka sebenarnya dalam proses perkembangan yang lebih bermakna.
            Demikian penulisan makalah ini yang sekiranya masih jauh dari kesempurnaan yang tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dikritisi dan dikoreksi. Wassalam.


[1] Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Jakarta, Panduan Praktis Membina Pramuka Siaga dalam Perindukan Siaga. Jakarta: 2000. hal. 8
[2] Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasa. Jakarta: 1983. hal. 83
[3] Op. Cit. Kwartir Daerah DKI Jakarta. Hal. 79
[4] Ibid. hal. 82
[5] Asror, Miftahul. Mencetak Anak Berbakat Cerdas Intelektual dan Emosional. Jawara Surabaya. Surabaya: 2002. hal. 66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar