Kamis, 29 Juli 2010

KEMAMPUAN PROFESIONAL DAN PROFESI GURU AGAMA



 I.PENDAHULUAN            
Adalah suatu keharusan bagi setiap individu  untuk meningkatkan kualitas profesinya guna menunjang kelancaran tugas dan tanggung jawabnya. Di kala seseorang terjun dalam suatu bidang ilmu ataupun keahlian maka di sinilah ia dituntut untuk mendalami dan mempelajari bidang tersebut dan kemudian mengaplikasikannya bagi kepentingan umum.
Guru, merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab yang membutuhkan profesionalitas karena didalamnya membutuhkan keahlian dan keterampilan untuk mendidik, mengajar dan melatih bukan hanya sekedar transfer of  knowlage, maka dari itu patutlah jika seorang guru harus memiliki profesionalitas dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Dengan demikian jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan walaupun kenyataannya masih dilakukan orang di luar kependidikan. Itulah sebabnya jenis profesi ini paling mudah terkena pencemaran.
               Sungguh pun jika seseorang pandai berbicara dalam suatu bidang tertentu namun belum dapat disebut sebagai guru tanpa didukung dengan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu.
               Maka dari itu pada kesempatan kali ini saya sengaja mengulas yang menyangkut tentang kemampuan profesional dan profesi guru agama.      

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan syarat profesi
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwasanya profesional menuntut suatu keahlian khusus dalam bidang tertentu dan sedangkan yang dimaksud dengan guru profesional berarti orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya, (Agus F. Tamyong, 1987)
Terkait pada profesi, mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleknya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain:
1.        Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengatahuan yang    mendalam.
2.        Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.        Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang mamadai
4.        Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5.        Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
      (Drs. Moh. Ali, 1985)
Selain persyaratan tersebut, sebetulnya masih ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain:
1.        memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2.        memiliki klien/objek  layanan yang tepat, seperti guru dengan muridnya.
3.        diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Atas dasar persyaratan tersebut, jelaslah jabatan profesional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian juga dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan pre service education seperti PGSD, IKIP atau fakultas keguruan lainnya.[1]

B. Peran, Tugas dan kompetensi guru
                Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak bekerja hanya mengandalkan kemampuannya secara individual. Karena itu, para guru perlu bekerja sama antara sesama guru dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, serta dengan persatuan orang tua murid. Peranan kerja sama dalam pengajaran di antara guru secara formal dikembangkan dalam sistem pengajaran beregu.
                Dalam proses pembelajaran di sekolah, peranan guru lebih spesifik sifatnya dalam pengertian yang sempit, yakni dalam hubungan proses pembalajaran. Peranan guru adalah sekaligus sebagai pengorganisator lingkungan belajar dan sebagai fasilitator belajar( Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwell, 1977 ). Peranan pertama meliputi peranan yang lebih spesifik, yakni: 1) guru sebagai model, 2) guru sebagai perencana, 3) guru sebagai peramal, 4) guru sebagai pemimpin, 5) guru sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.[2]
                Dari berbagai peran guru yang ada secara spesifik, guru juga memiliki peran  dalam lingkup lebih luas lagi, Namun halnya dari berbagai peran tersebut, untuk mempelancar proses pembalajaran, hendaknyalah guru didukung dengan memiliki sifat-sifat berikut:
1.        suka membantu dalam pekerjaan sekolah.
2.        gembira riang mempunyai rasa humor, dapat menghargai lelucon.
3.        sebagai manusia biasa suka berteman dengan murid, menganggap dirinya seorang anggota dari kelas.
4.        mempunyai minat terhadap murid dan memahami murid-muridnya.
5.        membangkitkan minat untuk belajar.
6.        tegas, dapat mengendalikan kelas.
7.        adil tidak mempunyai anak mas.
8.        tidak suka marah-marah, kasar atau suka mencela.
9.        memiliki pribadi yang menarik dan menyenangkan.[3]
Dengan memiliki sifat-sifat demikian, guru akan lebih bisa memaksimalkan profesinya pada jenjang profesionalitas yang lebih berkualitas.  
                Secara luas guru memang memiliki banyak tugas,dalam bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni 1.tugas kemanusiaan, dalam artian guru harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya dan menjadi motifator baginya.2.Tugas dalam bidang kemasyarakatan, dari sini guru berkewajiban untuk mengayomi masyarakat guna mencerdaskan bangsa dan pada hakikatnya pula guru memang merupakan komponen strategis yang memilih peran penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. 3. tugas dalam bidang profesi, di sini menyatakan bahwasanya guru memang merupakan suatu profesi dimana pekerjaan ini memerlukan keahlian khusus.[4]   
Permasalahan pokok dalam jabatan profesi adalah pelaksanaan dan konsekuensi jabatan tersebut terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Dalam hubungan ini sekurang-kurangnya terdapat tiga tugas dan tanggung jawab guru, yaitu:
·         Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pengajar.
·         Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik dan pembimbing.
·         Tugas dan tanggung jawab guru sebagai administrator kelas.
Sementara itu tugas dan tanggung jawab guru meliputi juga terhadap upaya pengembangan kurikulum, tanggung jawab dalam pengembangan profesi dan tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.
Salah satu ciri guru yang profesional ialah guru itu harus meningkatkan profesinya secara menerus. Adapun ciri-ciri guru yang profesional antara lain adalah:
1.        Jabatan guru adalah tugas membimbing, mengajar, melatih dan lebih dari sekedar mencari nafkah.
2.        Guru harus memiliki kompetensi yang ditujukan oleh ijazah.
3.        Mengajar mempersyaratkan kemampuan mengajar dan keterampilan yang tepat.
4.        Guru perlu meningkatkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang dalam jabatan.
5.        Guru harus memiliki kode etik yang disepakati.[5]
Profesi guru berkaitan erat dengan kemampuan yang dipersyaratkan untuk memangku jabatan profesi tersebut. Kemampuan dasar yang dimaksud adalah kompetensi guru.
Kompetensi guru dapat digolongkan menjadi tiga bagian:
·         Kompetensi bidang kognitif, yaitu kemampuan intelektual
·         Kompetensi bidang sikap, yaitu kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya.
·         Kompetensi tentang perilaku guru, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan, melaksanakan administrasi kelas dan lain-lainnya.
Di Indonesia kompetensi guru telah dikembangkan oleh P3G (Proyek Pembinaan Pendidikan Guru) yaitu terdiri dari 10 kompetensi:
1.        Menguasai bahan pelajaran.
2.        Mengelola belajar mengajar.
3.        Mengelola kelas.
4.        Menggunakan media/ sumber balajar
5.        Menguasai landasan kependidikan.
6.        Mengelola interaksi belajar mengajar.
7.        Menilai prestasi belajar.
8.        Mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan.
9.        Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10.     Memahami dan menafsirkan hasil penelitian sederhana dibidang kependidikan
Adapun kemampuan dasar yang mendukung profesionalisme guru, yaitu:
1.        Merencanakan program mengajar.
2.        Mengelola proses belajar mengajar
3.        Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
4.        Menguasai belajar mengajar.
Tinggi rendahnya pengukuran terhadap profesi guru salah satu diantaranya diukur dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya dalam pempersiapkan jabatan guru (preservice education).
Untuk menghasilkan tenaga guru yang memiliki kompetensi profesional, perlu dikembangkan sistem pendidikan guru yang dikembangkan berdasarkan kompetensi. Artinya program pendidikan yang diberikan pada lembaga pendidikan guru disusun dan dikembangkan atas dasar analisis tugas yang disyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas keguruan. Dalam hubungan ini sekurang-kurangnya terdapat empat anggapan dasar yang mendasari perangkat kompetensi guru tersebut, yaitu asumsi yang berkenaan dengan pandangan:[6]
1.        Hakikat pendidikan.                             .
2.        Hakikat guru sebagai pendidik.
3.        Hakikat anak sebagai peserta didik.     
4.        Hakikat belajar mengajar.
Dari kompetensi guru yang terkait pada profesionalitas ini, maka begitu pula pengembangan profesi guru agama, memerlukan ketekunan dalam sistem pengelolaan komponen profesional yang sangat mendasar. Dan tampaknya, pengadaan tenaga kependidikan tidak sederhana dan dikembangkan dalam pelembagaan berbentuk program diploma di IKIP atau IAIN fak. Tarbiyah, tetapi barangkali Departeman Agama perlu meninjau ulang kebijaksanaan pelembagaan pengadaan guru agama (LPTK Guru PAI) untuk dilembagakan dalam bentuk satuan pendidikan yang mendiri pada jenjang pendidikan tinggi yaitu dalam bentuk akademi, bahkan diperlukan dengan sistem asrama, bukan hanya dalam bentuk program sebagai bagian dari kegiatan suatu fakultas.
Dengan pengadaan guru PAI melalui akademi, kemampuan profesional akan terbentuk, demikian pula dalam penguasaan dan pengalaman agamanya, sehingga mampu juga untuk menjadi uswatun hasanah, dikerenakan pula guru PAI juga perlu dipersiapkan untuk penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, pengajian majlis ta’lim dan pendidikan di lingkungan keluarga.
Dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta untuk membina hubungan kerjasama secara koordinatif dan fungsional antara sesama guru PAI, maka disini adanya kegiatan profesional dalam suatu bentuk Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama (KKG PAI) dan ini tergabung dalam organisasi gugus sekolah dengan memanfaatkan potensi yang ada pada masing-masing guru. KKG PAI ini berfungsi sebagai forum konsultasi antara sesama guru PAI dalam peningkatan kemampuan profesionalnya.[7]
III. PENUTUP
Guru merupakan profesi yang sangat penting dalam mencerdaskan bangsa begitu pula guru agama. Sebagai negara yang beragama, guru agama dituntut dalam profesinya untuk menumbuhkan moral dan akhlak bangsa serta dapat menjadikan dirinya sauri taularan bagi yang lainnya.
Demikian adanya pembahasan ini yang kurang lebihnya masih membutuhkan kritikan yang membangun.Wassalam.        

REFERENSI
Muhktar, M.Pd, Dr. Yasmin Martinis, M. Pd, Drs. Metode pembelajaran yang berhasil, Jakarta: CV Sasama Mitra Suksesa, 2002. cet. II
Rachman Shaleh, Abdul. Pendidikan Agama dan Keagamaan ( Visi, Misi dan Aksi ), Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa , 2000. cet.I
Uzer usman, Moh, Drs. Menjadi Guru profesional, Bandung: PT remaja Rosdakarya,2002. cet. XIV
Witherington, H.C. Burton, W.H. Bapemsi. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar, Bandung: Jemmars, 1986. ed.III


[1] Uzer Usman, Moh. Menjadi guru profsional, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2002) hal. 14-15 
[2] Mukhtar. Yamin, Martinis. Metode Pembalajaran yang Berhasil, ( jakarta: CV Sasama Mitra Suksesa, 2002 ) hal.84
[3] Witherington. Burton. Bapemsi. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1986) hal.134
[4] Op cit.Uzer Usman, Moh. hal. 7
[5] Rachman Saleh, abdul. Pendidikan Agama dan Keagamaan ( Visi, Misi dan Aksi ) ( Jakarta : PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2001 ) hal. 165-167
[6] Ibid. hal. 168-169
[7] Ibid. hal. 170

Kamis, 22 Juli 2010

ANAK KECIL YANG TAKUT API NERAKA

Dalam sebuah riwayat menyatakan bahawa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai, sedang dia berjalan-jalan dia terpandang seorang anak kecil sedang mengambil wudhu' sambil menangis.
Apabila orang tua itu melihat anak kecil tadi menangis, dia pun berkata, "Wahai anak kecil kenapa kamu menangis?"
Maka berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik saya telah membaca ayat al-Qur'an sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum" yang bermaksud, " Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu." Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka."

Berkata orang tua itu, "Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalm api neraka."
Berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik, pakcik adalah orang yang berakal, tidakkah pakcik lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali yang mereka akan letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa."

Berkata orang tua itu, sambil menangis, "Sesungguh anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa maka bagaimanakah keadaan kami nanti?"